3

Ada apa dengan City Branding Kota Pekalongan ?

Pekalongan - “pada tanggal 1 April 2011 kemarin dalam rangka rangkaian kegiatan Hari Jadi Kota Pekalongan yang ke-105 di launchingkan pula branding Kota Pekalongan dengan tagline Pekalongan world’s city of Batik, Pekalongan Kota Batik Dunia”


Pekalongan adalah Kota Batik, kemasyuran kota Pekalongan sebagai pusat batik tidak diragukan lagi, kepopuleran batik Pekalongan bahkan sudah mendunia. Slogan kata BATIK dipakai sebagai sesanti kota Pekalongan. Kota BATIK dimaknai sebagai kota yang Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif. Pesatnya industri Batik disini, hingga menjadikan Kota Pekalongan sebagai Kota Batik Dunia. Hal ini yang menginspirasi city branding kota Pekalongan : Pekalongan World’s City of Batik.




Sudah siapkah Kota Pekalongan menggunakan kata ‘World / Dunia’ ?

Semarang 09/08/2011 - Dalam seminar nasional ‘Membangung City Branding Kota Semarang’ yang diselenggarakan oleh Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang turut dibahas sedikit mengenai city branding dari Kota Pekalongan. Seminar ini menghadirkan empat pembicara, yakni Drs. H. Soemarmo HS, M.Si. (Walikota Semarang), Ir. Joko Widodo (Walikota Solo), Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc (Pakar perkotaan, Guru besar Undip) dan Kukrit Suryo Wicaksono (Ketua Kadin Jateng, CEO Suara Merdeka).

Prof.Eko menyinggung sedikit mengenai city branding Kota Pekalongan : Pekalongan World’s City of Batik dinilai terlalu dini untuk bersaing dalam kancah internasional. Pasalnya batik bukan hanya saja milik Pekalongan, bukan hanya milik Indonesia. Banyak kota-kota di dunia yang juga memiliki batik, coba tengok ke Venezuela, Rio de Jenairo, dan kota lainya di dunia, mereka juga mempunyai kain khas dengan teknik pewarnaan sama dengan teknik lilin pada batik. Alangkah baiknya jika berbenah diri terlebih dahulu, menata kota, mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Untuk dapat melangkah dalam dunia internasional, sebuah kota paling tidak harus memperhatikan dua hal; sistem transportasi dan akomodasi. Untuk itu jangan terburu-buru, bersaing dulu dengan Solo dan Yogyakarta,imbuhnya.

Hal tersebut dapat bercermin pada sebuah kisah; alkisah, dalam sebuah gang sempit terdapat tiga penjahit ulung, penjahit 1 memasang slogan ‘penjahit terbaik di dunia’. Penjahit 2 lebih rendah hati dengan memasang slogan ‘penjahit terbaik di Indonesia’. Sedangkan penjahit 3 hanya memasang slogan ‘penjahit terbaik di gang ini’.

City branding bukan hanya kata-kata yang enak didengar dan mudah diingat yang muncul dari 1-2 orang birokrat. City branding muncul dari masyarakat, dari kemajemukan potensi sebuah kota, sehingga city branding dapat memberikan manfaat bagi semua golongan dan masyarakat mempunyai rasa memiliki atas hal tersebut.
0

Haruskah Museum Batik Pekalongan direlokasi?

“PEKALONGAN - Gubernur Jateng H Bibit Waluyo menyetujui relokasi Museum Batik dari gedung tua eks-kantor Dinas Pendapatan Daerah, ke rumah dinas jabatan Bakorlin, masih di lokasi sama yakni kawasan budaya Jalan Jetayu. Hal itu kemarin dikatakan Kepala Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Drs Doyo Budi Wibowo MM. Menurutnya, lokasi yang sekarang ditempati untuk Museum Batik dinilai kurang luas, sehingga diajukan untuk relokasi.”

Sepertinya untuk melakukan relokasi museum batik belum perlu, pasalnya secara arsitektur jika permasalahanya hanya ‘lokasi yang kurang luas’ dapat diselesaikan dengan beberapa cara, seperti melakukan perluasan bangunan. Tentunya perluasan bangunan tersebut juga memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, karena bangunan tersebut merupakan bangunan cagar budaya yang merupakan aset penting yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Pekalongan. 
Jika relokasi tetap dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi disfungsi pada bangunan yang ditinggalkan atau terjadi pengalihan fungsi bangunan yang tidak sesuai dengan nilai historis yang telah melekat sebagai bangunan yang mempunyai nilai sejarah tinggi. Kekhawatiran tersebut dapat berdampak buruk pada bangunan, yakni dapat berupa kerusakan yang diakibatkan oleh penyalahgunaan fungsi atau bahkan tidak difungsikan lagi bangunan tersebut.


Lalu bagaimana dengan gedung Rumah Dinas Jabatan Bakorlin (bangunan rencana relokasi) ?
Karena bangunan ini sudah tidak digunakan lagi, maka dapat digunakan untuk fungsi baru seperti  taman budaya jawa tengah, pusat seni dan batik atau dengan fungsi lain yang sesuai, yang bertaraf regional karena kepemilikan aset bangunan tersebut dibawah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Diharapkan dengan fungsi baru tersebut mampu meningkatkan kesadaran akan pentingnya seni budaya leluhur dan memacu kreatifitas para seniman dan budayawan.


Bagaimana juga dengan rencana menuju museum yang bertaraf nasional ?
Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional(Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009)
Berdasarkan penjelasan diatas, maka untuk menuju museum yang bertaraf nasional tidak berdasarkan luasan dari bangunan museum namun kelengkapan benda koleksi yang dimiliki. Hal tersebut juga perlu diimbangi dengan peningkatan pelayanan dan fasilitas yang ditawarkan.
8

Sistem Pengamanan dan Pemeliharaan Museum


1.   Sistem Pengamanan dan Pemeliharaan Museum
A. Sistem Pengamanan Dalam Museum
Selain menggunakan pengamanan fisik, museum sebaiknya juga menggunakan perangkat elektronik (Pedoman Museum Indonesia,2008). Perangkat elektronik yang digunakan dalam pengamanan museum meliputi :
·     Control panel, sebagai pusat dari semua kegiatan pada suatu sistem pengamanan elektronik, bekerja sesuai dengan program yang telah diatur sebelumnya.
·     Kontak magnetik, alat ini akan bekerja jika jendela, pintu atau vitrin  rusak, maka alarm akan berbunyi.
·     Kawat (wiring), aliran melalui kawat diletakkan di pintu atau penutup dan tombol akan bergerak bila pintu terbuka.
·    Detektor getar, alarm akan berbunyi apabila jendela atau vitrin memperoleh tingkat getaran yang tidak normal.
·     Detektor kaca pecah, alat ini akan mendeteksi pada frekuensi kaca pecah, seperti jendela atau vitrin.
·     Sensor  infra merah pasif,     sensor   ini   didesain u  ntuk mendeteksi panas tubuh dan ditempatkan di sekitar koridor atau galeri dengan sensor layar alarm.
·   Detektor asap, sensor ini mendeteksi asap jika terjadi kebakaran dan membunyikan alarm. Biasanya dilengkapi alat penyemprot air (water sprinkle) dan sistem prevensi gas.
·    Sensor pendeteksi aktivitas, sensor gelombang mikro atau ultra sonic dapat mendeteksi gerakan di sekitar area deteksi. Alat ini dapat digunakan bersamaan dengan sensor infra merah pasif untuk pengecekan silang dalam sistem pengamanan.
·    Dual tone sounder, berfungsi untuk memberikan peringatan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di dalam ruangan yang telah diproteksi alarm.
·    Close circuit television (CCTV) terdiri dari camera, video switcher, TV monitor, stabilizer, video recorder. Alat ini tidak dapat dijadikan sebagai petugas satpam, tetapi harus tetap dipantau secara kesinambungan, bila terjadi hal yang mencurigakan, pemantau harus segera menghubungi petugas satpam terdekat lokasi yang dicurigai.

B.  Sistem Pemeliharaan Museum
Sistem pemeliharaan museum erat kaitannya dengan konservasi preventif, hendaknya dalam melakukan hal tersebut memperhatikan lingkungan makro (gedung museum dan ruangan) dan lingkungan mikro (vitrin dan lemari koleksi), selain itu penempatan juga perlu dipertimbangkan secara matang (Pedoman Museum Indonesia,2008).
Penempatan koleksi di museum dapat berada di :
a.   Ruang pamer (display)
Untuk koleksi yang dipamerkan, biasanya berada di dalam ruangan dan di luar ruangan, untuk koleksi di dalam ruangan biasanya ditempatkan di dalam vitrin dan di luar vitrin.
b.   Ruang simpan (storage)
Koleksi di luar ruang simpan biasanya berada di dalam ruangan tertutup dan berada di dalam rak-rak atau diletakkan di lantai.
c.   Keadaan transisi
Koleksi transisi adalah koleksi yang dipersiapkan untuk dipindahkan. Pemindahan koleksi dapat berupa pindah lokal (dari suatu ruangan ke ruangan lain), ataupun dipinjam oleh museum lain untuk di pamerkan di dalam kota, luar kota, dalam negeri dan luar negeri melalui transportasi darat, udara dan laut.

Cara konservasi preventif dalam mengatasi faktor penyebab kerusakan adalah :
1.      Pengaturan letak koleksi
a. Pengaturan  posisi  koleksi  museum  terhadap  temperatur  dan kelembaban. Misalnya pengaturan posisi koleksi museum terhadap sumber cahaya agar tidak terlalu dekat dengan lampu dan jendela. Terlebih koleksi organik jenis kertas, tekstil dan kayu. Begitu pula letak koleksi museum dari lantai harus lebih dari 20 cm.
b. Pengaturan posisi antar koleksi museum. Misalnya posisi koleksi dalam penyimpanan tidak diperkenankan diletakkan dalam posisi bersinggungan, bertumpukan, menggantung atau terlipat. Bila terpaksa bersinggungan harus disekat. Khusus koleksi tekstil dan logam dibungkus dengan kertas bebas asam.
2.      Pengendalian
a. Kelembaban  udara,  pengendalian kelembaban  relatif dapat dilakukan dengan alat dehumidifier untuk mengatur fluktuasi kelembaban.
b. Temperatur udara, pengendalian udara dapat dilakukan dengan cara pengaturan fluktuasi suhu melalui penggunaan air conditioning (AC) dan alat sirkulasi udara untuk membuat aliran udara dalam ruang penyimpanan koleksi dan ruang pamer.
c.   Pencahayaan, pengendalian pencahayaan dilakukan dengan cara pengaturan cahaya agar tidak langsung mengenai koleksi. Lampu yang digunakan dalam ruangan dan vitrin harus diberi filter untuk mencegah sinar ultra violet mengenai koleksi. Bagi koleksi yang sensitif, nilai intensitas cahaya yang diberikan adalah maksimum 30 luks dan untuk koleksi yang tidak sensitif  maksimum 200 luks.
d.      Air, pengendalian air dilakukan dengan cara :
-   Meletakkan koleksi, yang berada di luar vitrin, tidak langsung terkena dinding atau lantai agar terhindar dari kapilaritas air tanah.
-    Memperhatikan tetesan air yang bocor yang berasal dari AC.
-   Menempatkan saluran pembuangan air tidak melewati ruang pamer.
e.      Api, pengendalian api dilakukan dengan cara :
-      Melengkapi museum dengan smoke detector, hydrant, tabung pemadam kebakaran.
-    Memberi tanda larangan merokok pada setiap ruangan.
f.   Kriminalitas, pengendalian kriminalitas di museum dilakukan dengan memenuhi persyaratan pembuatan vitrin. Yaitu :
-          Bobot yang sukar untuk dipindahkan.
-          Bahan yang tidak mudah rusak.
-          Terkunci dengan baik sehingga sukar untuk dibongkar.
-        Semua permukaan tertutup kaca sehingga tidak mudah dipecahkan.
-       Menempatkan koleksi jauh dari tangan pengunjung dan memberi penghalang fisik.
-       Pengamanan juga dapat dilakukan dengan menggunakan pembatas psikologis.
 -   Melakukan penitipan tas terutama untuk pengunjung



2

Persyaratan Berdirinya Museum

1.   Persyaratan Berdirinya Museum
Persyaratan museum menurut Pedoman Pendirian Museum (1999/2000), terdapat beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam perencanaan suatu museum, antara lain :
A.             Lokasi Museum

1.  Lokasi yang strategis
Lokasi yang dipilih bukan untuk kepentingan pendirinya, tetapi untuk masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, ilmuwan, wisatawan, dan masyarakat umum lainnya.
2.  Lokasi harus sehat
Lokasi sehat diartikan lokasi yang tidak terletak di daerah industri yang banyak pengotoran udara, bukan daerah yang berawa atau tanah pasir, elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi itu antara lain : kelembaban udara setidaknya harus terkontrol mencapai netral, yaitu 55 – 65 %.

B.              Persyaratan Bangunan
1. Persyaratan umum yang mengatur bentuk ruang museum yang bisa dijabarkan sebagai berikut :
a.  Bangunan dikelompokkan dan dipisahkan sesuai :
-          Fungsi dan aktivitas
-          Ketenangan dan keramaian
-          Keamanan
b. Pintu masuk (main entrance)   utama     diperuntukkan bagi pengunjung.
c.   Pintu masuk khusus (service utama) untuk bagian pelayanan, perkantoran, rumah jaga serta ruang-ruang pada bangunan khusus.
d. Area  semi publik  terdiri  dari  bangunan  administrasi termasuk perpustakaan dan ruang  rapat.
e.   Area privat terdiri dari :
-          Laboratorium Konservasi
-          Studio Preparasi
-          Storage
f.    Area publik / umum terdiri dari :
-  Bangunan utama, meliputi pameran tetap, pameran temporer, dan peragaan.
-    Auditorium, keamanan, gift shop, cafetaria, ticket box, penitipan barang, lobby / ruang istirahat, dan tempat parkir.
2.  Persyaratan Khusus
a. Bangunan Utama, yang mewadahi kegiatan pameran tetap dan temporer, harus dapat :
-        Memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan.
-        Mudah dalam pencapaiannya baik dari luar atau dalam.
-       Merupakan bangunan penerima yang harus memiliki  daya tarik sebagai bangunan utama yang dikunjungi  oleh pengunjung museum.
-    Memiliki sistem keamanan yang baik, baik dari segi konstruksi, spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya benda-benda secara alami ataupun karena pencurian.
b.  Bangunan Auditorium, harus dapat :
-          Dengan mudah dicapai oleh umum.
-        Dapat dipakai untuk ruang pertemuan, diskusi, dan ceramah.
c.  Bangunan Khusus, harus :
-          Terletak pada tempat yang kering.
-          Mempunyai pintu masuk yang khusus.
-      Memiliki sistem keamanan yang baik (terhadap kerusakan, kebakaran, dan pencurian).
d.  Bangunan Administrasi, harus :
-     Terletak di lokasi yang strategis baik dari pencapaian umum maupun terhadap bangunan lainnya.

C.             Persyaratan Ruang
Persyaratan ruang pada ruang pamer sebagai fungsi utama dari museum. Beberapa persyaratan teknis ruang pamer sebagai berikut:
1.   Pencahayaan dan Penghawaan
    Pencahayaan dan penghawaan merupakan aspek teknis utama yang perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi utama kelembaban yang disarankan adalah 50% dengan suhu 210C – 260C. Intensitas cahaya yang disarankan sebesar 50 lux dengan meminimalisir radiasi ultra violet. Beberapa ketentuan dan contoh penggunaan cahaya alami pada museum sebagai berikut


Pencahayaan Alami

2.   Ergonomi dan Tata Letak
    Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi turut berperan. Berikut standar-standar perletakan koleksi di ruang pamer museum.
Perletakan Panil Koleksi

3.  Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer
    Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer harus dapat menyampaikan informasi, membantu pengunjung memahami koleksi yang dipamerkan. Penentuan jalur sirkulasi bergantung juga pada runtutan cerita yang ingin disampaikan dalam pameran.
Sirkulasi Ruang Pamer