1. Sistem Pengamanan dan Pemeliharaan Museum
A. Sistem Pengamanan Dalam Museum
Selain menggunakan pengamanan fisik, museum sebaiknya juga menggunakan perangkat elektronik (Pedoman Museum Indonesia,2008). Perangkat elektronik yang digunakan dalam pengamanan museum meliputi :
· Control panel, sebagai pusat dari semua kegiatan pada suatu sistem pengamanan elektronik, bekerja sesuai dengan program yang telah diatur sebelumnya.
· Kontak magnetik, alat ini akan bekerja jika jendela, pintu atau vitrin rusak, maka alarm akan berbunyi.
· Kawat (wiring), aliran melalui kawat diletakkan di pintu atau penutup dan tombol akan bergerak bila pintu terbuka.
· Detektor getar, alarm akan berbunyi apabila jendela atau vitrin memperoleh tingkat getaran yang tidak normal.
· Detektor kaca pecah, alat ini akan mendeteksi pada frekuensi kaca pecah, seperti jendela atau vitrin.
· Sensor infra merah pasif, sensor ini didesain u ntuk mendeteksi panas tubuh dan ditempatkan di sekitar koridor atau galeri dengan sensor layar alarm.
· Detektor asap, sensor ini mendeteksi asap jika terjadi kebakaran dan membunyikan alarm. Biasanya dilengkapi alat penyemprot air (water sprinkle) dan sistem prevensi gas.
· Sensor pendeteksi aktivitas, sensor gelombang mikro atau ultra sonic dapat mendeteksi gerakan di sekitar area deteksi. Alat ini dapat digunakan bersamaan dengan sensor infra merah pasif untuk pengecekan silang dalam sistem pengamanan.
· Dual tone sounder, berfungsi untuk memberikan peringatan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di dalam ruangan yang telah diproteksi alarm.
· Close circuit television (CCTV) terdiri dari camera, video switcher, TV monitor, stabilizer, video recorder. Alat ini tidak dapat dijadikan sebagai petugas satpam, tetapi harus tetap dipantau secara kesinambungan, bila terjadi hal yang mencurigakan, pemantau harus segera menghubungi petugas satpam terdekat lokasi yang dicurigai.
B. Sistem Pemeliharaan Museum
Sistem pemeliharaan museum erat kaitannya dengan konservasi preventif, hendaknya dalam melakukan hal tersebut memperhatikan lingkungan makro (gedung museum dan ruangan) dan lingkungan mikro (vitrin dan lemari koleksi), selain itu penempatan juga perlu dipertimbangkan secara matang (Pedoman Museum Indonesia,2008).
Penempatan koleksi di museum dapat berada di :
a. Ruang pamer (display)
Untuk koleksi yang dipamerkan, biasanya berada di dalam ruangan dan di luar ruangan, untuk koleksi di dalam ruangan biasanya ditempatkan di dalam vitrin dan di luar vitrin.
b. Ruang simpan (storage)
Koleksi di luar ruang simpan biasanya berada di dalam ruangan tertutup dan berada di dalam rak-rak atau diletakkan di lantai.
c. Keadaan transisi
Koleksi transisi adalah koleksi yang dipersiapkan untuk dipindahkan. Pemindahan koleksi dapat berupa pindah lokal (dari suatu ruangan ke ruangan lain), ataupun dipinjam oleh museum lain untuk di pamerkan di dalam kota, luar kota, dalam negeri dan luar negeri melalui transportasi darat, udara dan laut.
Cara konservasi preventif dalam mengatasi faktor penyebab kerusakan adalah :
1. Pengaturan letak koleksi
a. Pengaturan posisi koleksi museum terhadap temperatur dan kelembaban. Misalnya pengaturan posisi koleksi museum terhadap sumber cahaya agar tidak terlalu dekat dengan lampu dan jendela. Terlebih koleksi organik jenis kertas, tekstil dan kayu. Begitu pula letak koleksi museum dari lantai harus lebih dari 20 cm.
b. Pengaturan posisi antar koleksi museum. Misalnya posisi koleksi dalam penyimpanan tidak diperkenankan diletakkan dalam posisi bersinggungan, bertumpukan, menggantung atau terlipat. Bila terpaksa bersinggungan harus disekat. Khusus koleksi tekstil dan logam dibungkus dengan kertas bebas asam.
2. Pengendalian
a. Kelembaban udara, pengendalian kelembaban relatif dapat dilakukan dengan alat dehumidifier untuk mengatur fluktuasi kelembaban.
b. Temperatur udara, pengendalian udara dapat dilakukan dengan cara pengaturan fluktuasi suhu melalui penggunaan air conditioning (AC) dan alat sirkulasi udara untuk membuat aliran udara dalam ruang penyimpanan koleksi dan ruang pamer.
c. Pencahayaan, pengendalian pencahayaan dilakukan dengan cara pengaturan cahaya agar tidak langsung mengenai koleksi. Lampu yang digunakan dalam ruangan dan vitrin harus diberi filter untuk mencegah sinar ultra violet mengenai koleksi. Bagi koleksi yang sensitif, nilai intensitas cahaya yang diberikan adalah maksimum 30 luks dan untuk koleksi yang tidak sensitif maksimum 200 luks.
d. Air, pengendalian air dilakukan dengan cara :
- Meletakkan koleksi, yang berada di luar vitrin, tidak langsung terkena dinding atau lantai agar terhindar dari kapilaritas air tanah.
- Memperhatikan tetesan air yang bocor yang berasal dari AC.
- Menempatkan saluran pembuangan air tidak melewati ruang pamer.
e. Api, pengendalian api dilakukan dengan cara :
- Melengkapi museum dengan smoke detector, hydrant, tabung pemadam kebakaran.
- Memberi tanda larangan merokok pada setiap ruangan.
f. Kriminalitas, pengendalian kriminalitas di museum dilakukan dengan memenuhi persyaratan pembuatan vitrin. Yaitu :
- Bobot yang sukar untuk dipindahkan.
- Bahan yang tidak mudah rusak.
- Terkunci dengan baik sehingga sukar untuk dibongkar.
- Semua permukaan tertutup kaca sehingga tidak mudah dipecahkan.
- Menempatkan koleksi jauh dari tangan pengunjung dan memberi penghalang fisik.
- Pengamanan juga dapat dilakukan dengan menggunakan pembatas psikologis.
- Melakukan penitipan tas terutama untuk pengunjung
8 komentar:
thx 4 share
Thank's Infonya Bray .. !!!
www.bisnistiket.co.id
mau tanya kalo untuk Detektor kaca pecah nya pake apa ya?
kalo ada yg udh jadi brp harganya?
kalo bikin apa aja komponen yg dipake sama rangkaian nya gmn?
hheee makasih sebelumnya..
bisa di cantumkan sumbernya?
bisa di cantumkan sumbernya?
10q
terima kasih infonya.!
Posting Komentar